Jakarta, doreng45.com – Ir. Soegiharto Santoso, SH, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), terus memperjuangkan keadilan yang telah ia cari selama delapan tahun. Perjalanan panjang ini bermula dari kriminalisasi yang dialaminya pada tahun 2016, ketika ia ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul, Yogyakarta. Kini, ia kembali bersurat kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Sunarto, SH., MH., untuk meminta penegakan hukum atas kasus yang dinilai mencederai keadilan.
Pada Senin (9/12/2024), Soegiharto mengirimkan surat kepada Ketua MA, Juru Bicara MA Dr. Yanto, SH., MH., dan Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Dr. Sobandi, SH., MH. Surat tersebut mempersoalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dalam perkara No. 165/PID.SUS/2024/PT DKI yang membatalkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap Rudy Dermawan Muliadi. “Putusan PT DKI ini dibuat hanya dalam waktu 28 hari, berbeda jauh dengan proses di PN Jakpus yang memakan waktu tujuh bulan,” ungkapnya.
Perjalanan Kasus yang Berliku
Perkara yang disidangkan di PN Jakpus sebelumnya menghasilkan vonis empat bulan penjara dan denda Rp20 juta terhadap Rudy Dermawan Muliadi. Proses ini melibatkan sejumlah saksi dan ahli yang memberatkan terdakwa. Namun, putusan tersebut kemudian dibatalkan oleh PT DKI Jakarta, yang dinilai Hoky –sapaan Soegiharto Santoso– sebagai bentuk keberpihakan terhadap terdakwa.
Sebelumnya, Hoky sendiri pernah dinyatakan tidak bersalah dalam kasus di PN Bantul dan Mahkamah Agung. Namun, penghinaan dan tekanan yang diterimanya saat itu berlanjut di media sosial. Hoky merespons dengan melaporkan pihak-pihak yang terlibat, yang berujung pada vonis terhadap salah satu pelaku, Ir. Faaz, di Lapas Wirogunan, Yogyakarta.
Berbeda dengan Faaz, Rudy Dermawan Muliadi tidak pernah meminta maaf, sehingga Hoky menduga terdakwa merasa kebal hukum. Hoky juga menyebutkan bahwa kelompok Rudy memiliki pengaruh besar dan kemampuan finansial yang kuat, yang mungkin memengaruhi jalannya kasus ini.
Menuntut Keadilan
Hoky mengungkapkan rasa kecewanya terhadap putusan PT DKI Jakarta. Dalam keterangan persnya di Gedung MA RI, ia menyebut keputusan tersebut sebagai “pencederai rasa keadilan”. “Saya mengetuk hati nurani Ketua MA agar upaya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikabulkan demi keadilan di negeri ini,” harapnya.
Hoky juga mengkritik lambannya penanganan laporan yang dibuatnya terkait dugaan penggunaan dokumen palsu oleh Rudy. Laporan tersebut telah diajukan ke Polda Metro Jaya sejak 2020, namun hingga kini masih dalam tahap penyelidikan. Meski demikian, Hoky tetap optimis bahwa kebenaran akan terungkap.
Dukungan dari Rekan Sejawat dan Organisasi Pers
Saat menyerahkan surat ke MA RI, Hoky didampingi oleh wartawan senior Ferdinand L. Tobing dan Ramdhani. Ferdinand menegaskan dukungannya terhadap perjuangan Hoky. “Saya menyaksikan sendiri tekanan yang dialami Hoky saat ia ditahan. Kelompok Terdakwa Rudy ini sangat keji, dan kami harus membantu menyuarakan perjuangan Hoky,” ujarnya.
Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Hence Mandagi, juga memberikan dukungan. Menurutnya, Hoky konsisten memperjuangkan kemerdekaan pers dan hukum di Indonesia. “Kami meminta Majelis Hakim MA untuk melihat perkara ini dari sisi kemanusiaan. Jangan sampai mafia hukum menang. Hukum harus menjadi panglima di negeri ini,” tandas Mandagi.
Hoky berharap agar perjuangannya selama delapan tahun ini dapat berbuah manis dengan dikabulkannya kasasi oleh Mahkamah Agung, sehingga keadilan benar-benar dapat dirasakan oleh semua warga negara tanpa terkecuali. (HGM)