Padang Lawas, doreng45.com – Masyarakat adat Luat Unterudang bersama perwakilan enam desa dan mahasiswa menggelar aksi damai di Pos PT Barapala, Desa Unterudang, Kecamatan Barumun Tengah, Senin (17/11/2024). Aksi ini menuntut perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut segera menghentikan operasinya dan meninggalkan kawasan Unterudang.
Sekretaris Badan Pemangku Adat (BPA) Luat Unterudang, Rahman Hasibuan, menyatakan bahwa tuntutan ini diajukan oleh masyarakat dari enam desa, yaitu Desa Unterudang, Pasar Binanga, Siboris Dolok, Padang Matinggi, Tandihat, dan Aek Buaton. Menurutnya, kehadiran PT Barapala di wilayah tersebut dinilai tidak memiliki keabsahan hukum.
“Perusahaan telah melakukan wanprestasi dengan mengingkari perjanjian tahun 1996. Masyarakat kini menuntut hak mereka yang tertuang dalam perjanjian, yaitu hak atas lahan seluas 3.000 hektare yang saat ini telah ditanami sawit oleh perusahaan,” tegas Rahman.
Rahman juga meminta Kapolri, Kapolda Sumatera Utara, dan Polres Padang Lawas untuk menarik seluruh personel yang diduga memberikan dukungan kepada perusahaan. Selain itu, ia menuntut pembersihan oknum preman yang disewa perusahaan dengan kedok tenaga keamanan.
Dijelaskannya, sejarah penyerahan lahan seluas 10.300 hektare kepada PT Barapala dilakukan melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR), dengan komitmen pembangunan plasma seluas 3.000 hektare. Proses penyerahan lahan kala itu melibatkan Hatobangun (Ketua Adat), alim ulama, dan tokoh masyarakat yang diketahui oleh kepala desa.
“Harapan kami, dengan aksi ini pemerintah dapat memperhatikan dan memastikan hak masyarakat yang diabaikan perusahaan segera dipulihkan,” jelasnya.
Perwakilan Forum Diskusi Mahasiswa Anti Korupsi Sumatera Utara (FDMAKSU), Arsa Rizki Pratama Siregar, dalam orasinya menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa didasari oleh banyaknya aduan masyarakat enam desa yang mengalami konflik dengan PT Barapala.
“Masyarakat adat menyerahkan tanah ini kepada Hamonangan, yang kemudian dialihwariskan kepada Roni. Hasil investigasi kami menunjukkan bahwa PT Barapala telah berpindah tangan tanpa sepengetahuan masyarakat. Kami mempertanyakan siapa pemilik perusahaan saat ini dan meminta untuk ditunjukkan dokumen HGU mereka,” tegas Arsa.
Ia juga mendesak PT Barapala untuk menghentikan operasinya karena diduga tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.
Pantauan di lokasi, massa aksi yang sebelumnya mengajukan izin unjuk rasa di Kantor PT Barapala hanya diizinkan menyampaikan aspirasi di depan pos penjagaan. Ketegangan sempat terjadi ketika massa berusaha memasuki kawasan kantor, namun akhirnya berhasil masuk ke area perkantoran.
Kapolsek Barumun Tengah, AKP PS Nainggolan, berusaha meredakan emosi massa dengan menegaskan bahwa kehadiran aparat kepolisian bertujuan menjaga ketertiban umum, bukan melindungi kepentingan perusahaan.
“Kami tidak berpihak. Tugas kami adalah menjembatani aspirasi masyarakat kepada pihak perusahaan,” tegasnya.
Sebelumnya, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah melakukan eksekusi lahan PT Barapala seluas lebih dari 25 ribu hektare pada 17 Juni 2024. Satgas PKH juga telah memasang plang yang menyatakan bahwa lahan tersebut berada dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2024 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Namun, keputusan ini diabaikan oleh PT Barapala, yang hingga kini tetap melakukan pemanenan dan produksi di areal tersebut. Operasi perusahaan diduga masih mendapat dukungan dari pihak Polres Padang Lawas. (Tim)










