Soegiharto Santoso Bongkar Kelemahan Fatal Keterangan Ahli Penggugat di Sidang APKOMINDO PTUN Jakarta

Jakarta, doreng45.com — Persidangan lanjutan perkara nomor 212/G/2025/PTUN.JKT yang digelar Selasa (30/9/2025) kembali memperlihatkan titik lemah posisi hukum pihak Penggugat. Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Ridwan Akhir, SH., MH. (Ketua Majelis) bersama Gugum Surya Gumilar, SH., MH. dan Haristov Aszadha, SH. itu menghadirkan Henry Darmawan Hutagaol, SH., LLM. sebagai ahli dari pihak Penggugat.

Namun, keterangan yang disampaikan ahli justru dinilai membuka kelemahan mendasar dari gugatan yang diajukan oleh Rudy Dermawan Muliadi dan Suwandi Sutikno, yang diwakili oleh kuasa hukum mereka, Hendi Sucahyo Supadiono, SH. dan Josephine Levina Pietra, SH., MKn.

banner 336x280

Ketua Umum DPP APKOMINDO yang sah, Soegiharto Santoso, menilai keterangan ahli tersebut tidak hanya inkonsisten, tetapi juga tidak menunjukkan kompetensi yang relevan terhadap substansi perkara administrasi badan hukum yang tengah disidangkan.

“Ahli itu sendiri dalam banyak kesempatan mengaku tidak menguasai hal-hal teknis dan bahkan menolak menjawab pertanyaan mendasar. Ini bukan sekadar kelemahan, tapi membuktikan bahwa keterangan yang diberikan tidak dapat dijadikan dasar hukum yang kuat,” ujar Soegiharto, yang akrab disapa Hoky.

Dalam persidangan, Henry Darmawan beberapa kali menyatakan ketidaktahuannya terhadap hal-hal mendasar seperti tata cara pelaksanaan Munas yang sah, proses administratif perolehan SK Kemenkumham, hingga validitas perubahan pengurus yang tidak tercantum dalam akta notaris.

Beberapa jawaban seperti “Saya tidak tahu,” “Itu terlalu teknis,” hingga “Saya tidak mau menjawab dari pada salah,” muncul berulang kali, memperlihatkan lemahnya dasar keahlian yang ia miliki terhadap kasus yang dihadapinya.

Menurut Hoky, pertanyaan mengenai dasar administratif kepengurusan merupakan hal fundamental yang seharusnya mudah dijawab oleh seorang ahli administrasi.

“Bagaimana pejabat TUN bisa mengesahkan perubahan pengurus jika akta yang jadi dasar permohonan tidak mencantumkan nama-nama pengurus? Ini logika dasar administrasi. Ahli menolak menjawab hal seperti ini — itu menunjukkan keterangan mereka tidak kredibel,” tegasnya.

Selain ketidaksiapan menjawab, pernyataan ahli yang menyebut “putusan pengadilan bisa mengesampingkan undang-undang” juga dinilai sangat keliru dan berpotensi menyesatkan.

Menurut Hoky, pandangan tersebut bertentangan dengan prinsip asas inter partes, di mana putusan pengadilan perdata hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara, bukan pejabat TUN yang berada di luar perkara tersebut.

“Pejabat TUN bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tidak ada putusan pengadilan perdata yang bisa membatalkan kewajiban hukum seorang pejabat administrasi negara,” jelas Hoky.

Lebih lanjut, Hoky menegaskan bahwa gugatan yang diajukan Penggugat dibangun di atas dokumen yang tidak autentik. Nama-nama seperti Rudy Dermawan Muliadi, Faaz Ismail, dan Adnan disebut tidak tercantum dalam hasil MUNASLUB 2 Februari 2015, tidak ada bukti foto, berita, maupun akta notaris yang mendukung klaim kepengurusan mereka.

Dalam sidang tersebut, Hoky juga menyoroti potensi ne bis in idem atau pengulangan perkara yang sudah pernah diputus inkracht. Ia mempersoalkan gugatan terhadap SK terbaru Kemenkumham yang substansinya sama dengan perkara sebelumnya.

Majelis Hakim bahkan sempat menjelaskan konteksnya: “Jika SK A telah digugat dan inkracht, lalu kini SK D yang merupakan kelanjutan administratif dari SK A kembali digugat, apakah tidak termasuk ne bis in idem?”

Ahli menjawab “tidak”, dengan alasan objek gugat berbeda. Namun, Hoky menilai alasan tersebut mengabaikan substansi perkara.

“SK A, B, C, dan D hanyalah kelanjutan administratif dari satu inti masalah, yaitu pengakuan kepengurusan sah APKOMINDO. Jika setiap SK baru bisa digugat lagi, maka tidak akan ada kepastian hukum,” tegasnya.

Ia menyebut pola gugatan berulang seperti ini sebagai bentuk penyalahgunaan proses peradilan (abuse of process), karena substansi sengketa tetap sama namun dikemas dengan objek berbeda.

Soegiharto menegaskan bahwa DPP APKOMINDO di bawah kepemimpinannya tetap berjalan sah dan konstitusional sesuai AD/ART serta telah terdaftar di Kemenkumham.

“Sebelum perkara lama itu inkracht, APKOMINDO sudah melaksanakan Munas berikutnya secara sah dan sesuai AD/ART. Kami punya akta notaris dan SK Kemenkumham yang sah. Masa organisasi harus berhenti hanya karena ada sengketa masa lalu?” ujar Hoky.

Ia juga menambahkan bahwa keterangan ahli yang keliru justru memperkuat posisi hukum pihaknya dan membuka fakta bahwa gugatan Penggugat tidak memiliki dasar hukum kuat.

“Kami percaya Majelis Hakim akan melihat dengan jernih. Penolakan terhadap gugatan ini bukan sekadar kemenangan APKOMINDO, tapi kemenangan bagi kepastian hukum, keadilan, dan etika berorganisasi,” tutup Hoky.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *