Presiden Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset, Hardjuno Wiwoho: Tak Ada Alasan Lagi Menunda

JAKARTA, doreng45.com – Dukungan terbuka Presiden Prabowo Subianto terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dinilai sebagai sinyal kuat komitmen negara dalam memerangi korupsi. Pengamat Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, menyebut tidak ada lagi alasan menunda pengesahan RUU yang telah mandek lebih dari satu dekade ini.

“Urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset sangat krusial, apalagi dengan komitmen Presiden Prabowo yang secara terbuka menyatakan dukungan dalam upaya pemberantasan korupsi. Ini bukan sekadar menutup kerugian negara, tapi soal keadilan dan keberanian politik,” ujar Hardjuno dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (1/5).

banner 336x280

Seruan Tegas Prabowo di Peringatan May Day

Dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Monas, Jakarta, Presiden Prabowo secara tegas menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset. Menurutnya, regulasi ini dibutuhkan untuk memastikan aset negara yang dicuri bisa dikembalikan.

“Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung,” tegas Presiden Prabowo.
Bahkan dalam pernyataannya yang tegas, Prabowo menambahkan, “Enak aja udah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja.”

RUU yang Terlunta-lunta Sejak Era SBY

RUU Perampasan Aset telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2012 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun hingga kini, RUU tersebut belum juga disahkan. Hardjuno menyayangkan lambannya proses legislasi yang membuat Indonesia kehilangan banyak potensi pengembalian aset negara dari para koruptor.

“RUU ini sudah dirancang sejak lebih dari 10 tahun lalu. Jika masih juga mandek sekarang, pertanyaannya: siapa sebenarnya yang takut?” kritiknya.

Menurut Hardjuno, RUU Perampasan Aset akan menjadi lex specialis yang memungkinkan negara menyita harta hasil kejahatan tanpa harus menunggu vonis pidana, melalui mekanisme pembuktian terbalik yang sah secara hukum.

“Negara ini kehilangan triliunan rupiah karena tidak punya payung hukum untuk menyita kekayaan ilegal. Sementara negara lain seperti Inggris, Swiss, bahkan tetangga kita sudah punya sistem perampasan aset non-konviktif,” jelasnya.

Momentum Politik Tak Boleh Dilewatkan

RUU ini terakhir diajukan pemerintah ke DPR melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023, namun belum juga masuk Prolegnas Prioritas 2025. Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyebut pembahasannya terganjal kepentingan politik.

Hardjuno menegaskan bahwa dukungan Presiden Prabowo semestinya bisa menjadi titik balik kebuntuan itu.
“Kalau Presiden Jokowi sudah mengajukan, dan kini Prabowo secara terbuka mendukung, maka sekarang waktunya eksekusi. Jika masih juga mandek, rakyat berhak curiga: siapa yang sebenarnya takut RUU ini disahkan?”

Akhiri Siklus Pembiaran Korupsi

Hardjuno mengakhiri pernyataannya dengan seruan agar pemerintah dan DPR segera bertindak.
“Perlawanan terhadap korupsi tak cukup hanya dengan pidato. Diperlukan keberanian politik untuk mengakhiri siklus pembiaran. Dukungan Presiden Prabowo adalah peluang terakhir untuk membuktikan komitmen itu,” pungkasnya. (HGM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *