Serdang Bedagai, doreng45.com – Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai tengah menyidik kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian dan restrukturisasi kredit di Bank Sumut Cabang Sei Rampah sejak tahun 2015. Sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk beberapa nasabah dan mantan pejabat bank. Namun, publik mulai mempertanyakan mengapa para pengambil keputusan utama di tubuh bank belum tersentuh oleh hukum.
Dua mantan pejabat Bank Sumut berinisial TAM (eks Kepala Cabang) dan PC, serta beberapa nasabah umum telah ditahan di Rutan Tanjung Gusta. Sementara itu, sejumlah nama internal yang turut terlibat dalam proses persetujuan kredit, seperti GC (Wakil Pimpinan), AH (APK), RK (AO), TZ (AO), dan NAD (Koordinator Restrukturisasi), hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Serdang Bedagai, Hasan Afif Muhammad, menyampaikan bahwa pihaknya masih mendalami keterlibatan pihak lain.
“Kami sedang melakukan pendalaman. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan, termasuk dari internal bank,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (11/6/2025).
Namun, di tengah proses hukum ini, sejumlah pihak mempertanyakan dasar penahanan terhadap nasabah. Apalagi kredit yang dipersoalkan telah melalui proses restrukturisasi resmi, yang secara hukum merupakan mekanisme legal dalam dunia perbankan untuk menyelamatkan kredit bermasalah.
Seorang praktisi hukum perbankan yang enggan disebutkan namanya menilai, jika tidak ditemukan unsur penipuan atau kerugian negara, maka perkara ini semestinya berada di ranah perdata, bukan pidana.
“Kalau semua unsur administrasi formal telah dijalankan dan tidak ada niat jahat yang terbukti, maka tidak semestinya nasabah dikriminalisasi,” tegasnya.
Hingga kini, belum ditemukan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun audit internal Bank Sumut yang menyebutkan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut.
Tokoh masyarakat Serdang Bedagai, Budi, SH, meminta Kejari bertindak adil dan transparan.
“Jika pejabat bank turut menandatangani proses restrukturisasi, maka mereka pun seharusnya ikut dimintai pertanggungjawaban. Hukum tidak boleh hanya menjerat yang lemah,” tegasnya.
Kasus ini pun menjadi ujian bagi integritas Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai. Mampukah mereka menegakkan hukum secara menyeluruh, atau justru membiarkan praktik tebang pilih terus terjadi?
Publik kini menanti langkah tegas dan berani dari Kejari Sergai dalam membuka seluruh fakta yang ada, serta memastikan proses hukum berjalan objektif, transparan, dan berkeadilan. (Tim)
📌 Catatan Redaksi:
Jika kasus ini murni perdata karena telah direstrukturisasi dan tanpa kerugian negara, maka seharusnya hukum digunakan sebagai alat keadilan — bukan alat tekanan.