Kisah Guru Besar Universitas Jambi Terpapar NII, Ken Setiawan: Virus Radikal Bisa Menimpa Siapa Saja

doreng45.com – Guru Besar Universitas Jambi (Unja), Prof. Hadiyanto, mengungkapkan pengalaman pribadinya sebagai eks anggota kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Ia menjadi satu dari 256 orang yang mencabut baiat dan berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam prosesi yang digelar di Mapolda Jambi.

Guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) itu mengaku sempat meyakini bahwa ajaran NII adalah kebenaran mutlak.“Saat menjadi anggota dulu, saya merasa semua ajaran mereka adalah kebenaran, dan seolah-olah NKRI ini salah dan kafir,” ungkap Prof. Hadiyanto.

banner 336x280

Namun, seiring waktu, ia mulai merasakan kejanggalan dalam doktrin yang diterima, seperti pembolehan mengambil barang di tempat kerja sebagai “harta rampasan”, serta diperbolehkannya membohongi orang tua karena dianggap belum beriman kepada Allah. “Itu sudah sangat bertentangan dengan hati nurani saya,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa salat yang dilakukan bukanlah salat lima waktu, melainkan disebut “salat dakwah”. Selain itu, ketidakterbukaan dalam pengelolaan keuangan organisasi juga menjadi alasan ia memutuskan keluar dari jaringan tersebut.

Ken Setiawan: NII Rekrut Cendekiawan dan Gunakan Kedok Sosial

Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, turut memberikan penjelasan. Ia mengaku sangat memahami bagaimana seseorang bisa terpapar paham radikal NII, karena dirinya juga mantan anggota kelompok tersebut.

Menurut Ken, orang-orang yang terpapar NII biasanya adalah mereka yang cerdas dan memiliki semangat belajar agama tinggi, namun minim ilmu mendalam. “Banyak dari mereka adalah mahasiswa S2, S3, bahkan ada wakil rektor dan artis yang tergabung dalam kelompok Hijrah NII,” ujar Ken, Sabtu (31/5/2025).

Ken menjelaskan, perekrutan dilakukan dengan menyisipkan ayat-ayat kitab suci yang disampaikan secara menyesatkan. Calon anggota biasanya tidak berani membantah karena khawatir dianggap melawan hukum Tuhan. “Virus radikal NII itu seperti COVID-19. Bisa menimpa siapa saja, tak pandang usia, pendidikan, dan profesi,” lanjutnya.

Ciri khas anggota NII adalah tidak adanya identitas formal, sehingga mereka sulit dikenali bahkan oleh keluarga sendiri. Mereka membaur dalam masyarakat dan menyembunyikan afiliasi ideologisnya.

Bermodus Sosial, Perekrutan TSM di Dunia Pendidikan

Ken juga mengungkap bahwa jaringan NII kini kerap menggunakan kedok kegiatan sosial kemanusiaan seperti yayasan penyalur bantuan dan pelatihan masyarakat. Bahkan, mereka sempat mengembangkan koperasi desa-kota dan organisasi Masyarakat Indonesia Membangun (MIM), sebelum pimpinan yayasan tersebut terjerat kasus pemalsuan dokumen dan penodaan agama.

Di lingkungan akademik, perekrutan dilakukan melalui program “Guru Berdaya”, baik secara daring maupun luring. Program ini menawarkan peningkatan kualitas diri dan kesejahteraan guru, namun setelah proses baiat, para peserta dijadikan agen perekrutan di lingkungan pendidikan masing-masing. “Mereka bekerja secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),” tegas Ken.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *