doreng45.com – Tidak ada anak yang benar-benar nakal. Yang ada adalah anak-anak yang belum menemukan arah dan perhatian yang tepat. Lembaga pendidikan Islam hadir bukan sekadar sebagai tempat belajar, tetapi sebagai ruang pembinaan jiwa—yang bertujuan mengubah kenakalan menjadi potensi dan membentuk anak bermasalah menjadi pribadi berprestasi.
Dengan pendekatan spiritual, emosional, dan edukatif yang menyeluruh, lembaga pendidikan Islam membuktikan bahwa setiap anak memiliki peluang untuk menjadi cahaya harapan bagi masa depan. Berikut adalah strategi holistik yang diterapkan untuk mewujudkan transformasi tersebut:
1. Pendekatan Ruhaniyah (Spiritualitas)
Pendidikan Islam menekankan pembinaan keagamaan sebagai pondasi perubahan karakter. Kegiatan seperti salat berjamaah, tadarus Al-Qur’an, zikir pagi dan petang, serta pengajaran akhlak melalui kisah para nabi dan ulama, menjadi rutinitas penting.
Penanaman nilai tauhid juga membentuk kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi, sehingga mendorong kontrol diri dari dalam.
2. Pendekatan Psikologis dan Emosional
Anak yang tampak “nakal” sering kali hanya membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Di sinilah peran guru dan ustaz/ustazah sebagai figur pendamping, bukan sekadar pemberi sanksi.
Pendekatan individual juga penting dilakukan dengan memahami latar belakang psikologis dan sosial anak, agar proses pembinaan dilakukan dengan empati dan kesabaran.
3. Penemuan Potensi (Talent Mapping)
Kenakalan kadang muncul karena anak tidak cocok dengan metode belajar konvensional. Melalui pemetaan bakat dan minat, lembaga pendidikan bisa mengarahkan anak pada kegiatan yang sesuai seperti seni, olahraga, pidato, atau kepemimpinan—membuka jalan agar mereka “hebat di jalurnya”.
4. Pendidikan Karakter dan Disiplin Islami
Pembiasaan nilai-nilai Islami seperti disiplin, tanggung jawab, dan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) menjadi fondasi pembentukan karakter.
Pemberian tugas-tugas kecil melatih anak untuk bertanggung jawab dan membangun rasa percaya diri.
5. Keteladanan Guru dan Lingkungan
Anak adalah peniru ulung. Oleh karena itu, guru dan lingkungan pesantren atau madrasah harus menjadi contoh nyata dalam menampilkan akhlak mulia. Budaya positif dan religius yang diciptakan akan menjadi atmosfer yang mendidik secara alami.
6. Pendekatan Kolaboratif dengan Orang Tua
Transformasi anak hanya bisa terjadi jika ada sinergi antara rumah dan sekolah. Lembaga pendidikan Islam perlu menjalin komunikasi aktif dengan orang tua untuk memastikan pendekatan pendidikan yang konsisten dan saling menguatkan.
7. Rekonstruksi Citra Diri Anak
Label “nakal” harus diganti dengan “anak berpotensi”. Proses ini dilakukan melalui afirmasi positif, penghargaan atas pencapaian sekecil apa pun, dan pemberdayaan yang memberi ruang tumbuhnya kepercayaan diri.
Penutup
Membentuk anak berprestasi dari anak yang dianggap bermasalah bukan sekadar harapan—tapi sebuah proses yang membutuhkan kesabaran, cinta, dan strategi yang tepat. Lembaga pendidikan Islam dengan nilai-nilai spiritual dan pendekatan menyeluruhnya membuktikan bahwa setiap anak adalah permata. Tinggal bagaimana kita mengasahnya, bukan dengan hukuman, tetapi dengan cinta, bimbingan, dan kepercayaan.
Oleh: Dr. Abdul Wadud Nafis, Lc., MEI