NgaSo Jilid Pertama: Hijrah Bermakna Lewat Perjalanan Spiritual ke Ranu Pani

doreng45.com – Komunitas pemuda hijrah “MAPAN” (singkatan dari Masyarakat Pemuda Ngaji dan Touring) kembali menggelar kegiatan positif bertajuk NgaSo (Ngaji Soan), sebuah aktivitas gabungan antara touring dan penguatan spiritual. Berbasis di Desa Jarit, Kecamatan Candipuro, komunitas ini rutin mengadakan cangkruk’an ngaji bersama setiap Kamis malam Jumat pukul 19.00 WIB, sebuah inisiatif sederhana namun bermakna untuk belajar membaca Al-Qur’an dan mendalami nilai-nilai agama.

MAPAN terdiri dari sekelompok pemuda paruh baya dengan latar belakang kehidupan yang beragam, namun disatukan oleh dua hobi utama: cangkruk (nongkrong) dan bermotor. Lebih dari itu, mereka juga memiliki satu tujuan mulia—untuk hijrah, meninggalkan masa lalu dan menapaki jalan hidup yang lebih baik.

banner 336x280

Kolaborasi Komunitas Hijrah di Lumajang

Pada kesempatan kali ini, MAPAN berkolaborasi dengan beberapa komunitas hijrah lainnya di Kabupaten Lumajang, yakni SEPI (Sekuteris Penyayang Ibu) Pasirian, Pemuda Masjid Ar Rahmah Pasirian, serta Cangkruk’an Religi Pemuda Pulo. Dengan semangat yang sama, mereka sepakat mengadakan NgaSo sebagai bentuk pendekatan spiritual melalui perjalanan bersama.

Kang Angger, pembimbing komunitas MAPAN, menginisiasi perjalanan NgaSo jilid pertama ini dengan memberikan informasi tentang dua sosok inspiratif di Desa Ranu Pani, yakni Kang Hasan dan Pak Sugiono (akrab disapa Pak Gono), yang merupakan mualaf dengan perjalanan hijrah yang luar biasa.

Menemui Para Perintis Hijrah di Ranu Pani

NgaSo pertama dilaksanakan pada hari Ahad, 20 April 2025. Perjalanan dimulai sejak pagi setelah Subuh, dengan rute dari Pasirian menuju Ranu Pani. Dalam perjalanan ini, para peserta diajak untuk memaknai nilai-nilai kesabaran—menunggu rekan, menghadapi motor mogok, hingga menjaga tertib berlalu lintas tanpa kebut-kebutan.

Sesampainya di Ranu Pani, para peserta disambut hangat oleh Kang Hasan dan Pak Gono. Dalam suasana penuh keakraban, keduanya berbagi kisah hijrah yang menyentuh hati. Mereka bukan hanya berpindah keyakinan, tetapi juga berjuang membangun iman dan komunitas dari nol.

Salah satu pesan dari Pak Gono begitu membekas:
“Hiduplah seperti pohon cemara, meskipun terombang-ambing oleh badai, ia tak pernah roboh atas izin Allah. Kalau sudah hijrah, peganglah erat-erat. Jangan tertipu oleh masa lalu.”

Para peserta mengaku tersentuh. Sebuah refleksi muncul: mereka yang lahir sebagai muslim pun terkadang masih goyah dalam beragama, sementara Kang Hasan dan Pak Gono adalah bukti nyata dari istilah “perintis, bukan pewaris” dalam memeluk Islam.

Menjaga Komitmen untuk Hijrah dan Istiqamah

NgaSo jilid pertama ditutup menjelang waktu Dhuhur, namun pelajaran yang dibawa pulang begitu dalam. Perjalanan ini bukan sekadar touring, tapi momentum spiritual yang mempererat ikatan antaranggota dan memperkuat tekad untuk terus belajar agama secara istiqamah.

MAPAN berharap kegiatan NgaSo dapat terus berlanjut dan menjangkau lebih banyak pemuda hijrah lainnya.
“Cepakno sangumu, kafanmu tak bersaku,” begitu pesan pamungkas dari MAPAN—sebuah pengingat akan pentingnya bekal hidup menuju akhirat. (Riski)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *