Lumajang, doreng45.com – Sebuah komunitas unik bernama “Mapan”, singkatan dari “Mati Kapan-Kapan”, telah berdiri sejak 15 Desember 2024. Meski terdengar seram, makna di balik nama ini justru mengandung filosofi mendalam. Dalam bahasa Indonesia, “mapan” berarti kaya, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti tenang. Komunitas ini memaknai “Mapan” sebagai perjalanan menuju kehidupan yang lebih baik, dengan tujuan akhir mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan bekal yang cukup.
Dari Nongkrong Biasa ke Cangkru’an Religi
Komunitas ini terbentuk dari kegelisahan para anggotanya yang sering nongkrong (cangkruk) hanya untuk membahas hal-hal duniawi. Dari perenungan tersebut, muncul gagasan untuk mengubah kebiasaan ini menjadi lebih bermanfaat dengan menimba ilmu agama dalam suasana santai dan tanpa tekanan. Dari sinilah lahir konsep “Cangkru’an Tiang Mapan”, yakni cangkrukan yang berorientasi pada wawasan Islam.
Rutinitas Cangkru’anReligi
Cangkru’an Tiang Mapan dilaksanakan setiap Kamis malam Jumat, dengan fokus utama memperbaiki bacaan Al-Qur’an serta sesi tanya jawab seputar cara hidup dan beragama yang baik serta benar. Kegiatan ini murni bertujuan untuk menuntut ilmu tanpa intervensi pihak mana pun, agar berjalan secara alami dan penuh kesadaran.
Meski demikian, komunitas ini tetap terbuka terhadap berbagai masukan dan dukungan yang sejalan dengan visi mereka. Dengan semangat kebersamaan dan kesederhanaan, mereka berharap bisa istiqomah dalam menimba ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Cepakno Sangumu, Kafanmu Tak Bersaku.” (Siapkan bekalmu, karena kain kafan tak memiliki saku).
(Akhmad Rizki Mashuri)