PT Jui Shin Indonesia Terhambat Portal Jalan, Warga Gambus Laut Kecewa

Medan, doreng45.com – Warga Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batubara, resah akibat pemasangan portal di akses jalan yang diduga dilakukan oleh Jannes alias Acai dan rekannya. Portal tersebut menghambat aktivitas masyarakat yang bergantung pada jalan tersebut untuk mencari nafkah, termasuk para nelayan dan pekerja tambang.

Akses jalan tersebut juga digunakan oleh PT Jui Shin Indonesia atau PT Bina Usaha Mineral Indonesia (Bumi) yang bergerak di sektor pertambangan pasir. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa jalan tersebut merupakan bagian dari lahan milik Hermanto Budoyo yang telah diserahkan kepada Fredy Chandra, perwakilan PT Jui Shin Indonesia, pada tahun 2009 setelah melalui proses jual beli.

banner 336x280

Namun, dalam beberapa pekan terakhir, jalan itu dipasangi portal oleh pihak yang diduga sebagai Acai, yang kini berselisih dengan PT Jui Shin Indonesia. Persoalan ini bahkan telah berujung pada laporan ke Mapolda Sumut.

Warga Kecewa dan Kehilangan Kompensasi

Tokoh masyarakat setempat, Syafrizal, mengungkapkan bahwa banyak warga merasa kecewa karena jalan yang biasa mereka lalui kini tertutup.

“Pastinya masyarakat kecewa karena jalan ini menjadi akses utama. Sekarang mereka kesulitan melintas,” ujarnya, Senin (17/3/2025).

Ia juga menyoroti dampak penutupan jalan terhadap aktivitas pertambangan PT Jui Shin Indonesia, yang selama ini memberikan kompensasi bagi masyarakat setempat.

“Karena jalan diportal, aktivitas tambang terhenti, dan kompensasi bagi warga juga ikut berhenti. Ini sangat merugikan,” tambahnya.

Warga berharap pemerintah daerah segera turun tangan agar portal tersebut dibuka kembali, sehingga akses masyarakat dapat kembali normal.

Sejarah Jalan yang Dipermasalahkan

Seorang warga bernama Umri (52), yang mengaku sebagai saksi dalam penyerahan jalan tersebut, menegaskan bahwa akses jalan itu telah diserahkan dari Hermanto Budoyo kepada Fredy Chandra pada tahun 2009.

“Saya menjadi saksi saat penyerahan jalan itu kepada Fredy Chandra. Jalan ini awalnya hanya sepanjang 600 meter, lalu diperpanjang hingga hampir 2 km oleh PT Jui Shin Indonesia dengan biaya Rp 90 juta,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa sebelum transaksi berlangsung, Hermanto Budoyo telah berkomunikasi dengan Acai mengenai penggunaan jalan tersebut.

“Pak Acai saat itu mengatakan jika ingin memakai jalan ini, maka harus diperbaiki dulu. Setelah itu, muncullah surat pernyataan penyerahan jalan,” tambahnya.

Dalam surat pernyataan tersebut, terdapat beberapa poin kesepakatan, di antaranya:

  1. Pihak pertama (Hermanto Budoyo) mengizinkan pihak kedua (Fredy Chandra) menggunakan jalan selama masih menjalankan proyek atau memiliki lahan di lokasi Pematang Polong.
  2. Kedua belah pihak sepakat bahwa jalan ini bukan bagian dari jalan umum.
  3. Pihak kedua wajib memelihara dan memperlebar jalan selama proyek tambang masih berjalan, dan setelah proyek selesai, perawatan diserahkan kepada pihak pertama.
  4. Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian akan disepakati kemudian.
  5. Jika terjadi sengketa, kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya secara musyawarah atau melalui Pengadilan Negeri Batubara.

Dengan adanya surat pernyataan ini, Umri mempertanyakan alasan pihak lain yang mengklaim kepemilikan jalan dan berani memportalnya.

“Saya heran, kenapa ada yang mengaku memiliki jalan ini dan memasang portal, padahal sudah ada kesepakatan sejak lama,” pungkasnya.

Warga dan pihak terkait kini menunggu langkah pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini agar akses jalan kembali terbuka. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *