Jakarta, doreng45.com – Seorang pria warga negara Jepang, Makoto Wakimoto (69), diduga melakukan praktek yang menyerupai jugun ianfu, yaitu menikahi wanita Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dugaan ini muncul setelah Wakimoto meninggalkan istrinya, Siti Maesaroh (49), pada tahun 2008, setelah menikahinya secara resmi pada 2002.
Selama 16 tahun terakhir, Siti Maesaroh, yang tinggal di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, berjuang keras membesarkan anaknya, Azusa Wakimoto, seorang diri. Meski beberapa kali mengadukan nasibnya ke Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta, ia tidak mendapatkan bantuan yang diharapkan.
Pernikahan dan Penelantaran
Siti Maesaroh menikah dengan Makoto Wakimoto secara Islam di Kantor Urusan Agama Kemayoran, Jakarta Utara, dengan bukti Akta Nikah nomor 888/109/VII/2002. Dari pernikahan tersebut, lahir seorang anak perempuan bernama Azusa Wakimoto.
Setelah enam tahun hidup bersama, pada pertengahan 2008, Wakimoto meninggalkan keluarganya dengan alasan kembali ke Jepang. Hingga saat ini, Siti dan Azusa tidak pernah mendengar kabar dari Wakimoto.
“Sejak suami saya pamit ke Jepang, saya tidak pernah mendapatkan kabar lagi. Saya bahkan mendatangi Kedutaan Besar Jepang beberapa kali, tetapi tidak ada hasil,” ujar Siti dengan nada sedih.
PPWI Kirim Surat ke Kedubes Jepang
Menanggapi pengaduan Siti Maesaroh, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, mengirimkan surat kepada Duta Besar Jepang, Mr. Masaki Yasushi, pada 6 Desember 2024. Surat tersebut juga ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Wakil Presiden RI, Menteri Luar Negeri RI, dan Menteri Hukum dan HAM RI.
Dalam suratnya, PPWI meminta penjelasan resmi dari Kedubes Jepang terkait dugaan penelantaran keluarga oleh Makoto Wakimoto. PPWI juga menuntut informasi tentang keberadaan Wakimoto untuk memfasilitasi pertemuannya dengan istri dan anaknya serta meminta pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran hukum tersebut.
“Sebagai bangsa yang dikenal menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, Pemerintah Jepang seharusnya tidak lepas tangan terhadap kasus ini,” tegas Wilson Lalengke, Sabtu (11/1/2025).
Bukti Pendukung
PPWI menyertakan 16 dokumen pendukung dalam laporannya, di antaranya:
- Akta Nikah Siti Maesaroh dan Makoto Wakimoto.
- Akta Kelahiran Azusa Wakimoto.
- Salinan paspor Makoto Wakimoto.
- Surat Balasan Konsulat Jenderal Jepang yang menolak permohonan bantuan dari Siti Maesaroh.
Harapan untuk Keadilan
Wilson Lalengke menegaskan bahwa Pemerintah Jepang seharusnya memberikan perlindungan kepada anak-anak hasil pernikahan warganya dengan warga negara lain. Ia juga meminta adanya kompensasi berupa dukungan finansial, layanan kesehatan, dan biaya pendidikan untuk Azusa Wakimoto.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan dari Kedutaan Besar Jepang. Media ini membuka ruang klarifikasi bagi pihak Kedubes Jepang atau pihak terkait lainnya melalui kontak resmi redaksi atau Sekretariat PPWI Nasional di nomor 081371549165 (Shony) dan email ppwi.nasional2@gmail.com. (APL/Red)