JAKARTA, Doreng45.com – Dalam upaya menyelamatkan integritas peradilan Indonesia, Ir. Soegiharto Santoso, S.H., selaku Ketua Umum DPP APKOMINDO, melaporkan dugaan sistematis rekayasa hukum dan penggunaan dokumen palsu yang mendasari sembilan putusan pengadilan, mulai dari tingkat pertama hingga Peninjauan Kembali (PK). Laporan ini disampaikan secara serempak kepada Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Badan Pengawasan (Bawas) MA RI.
Laporan tersebut menyoroti ironi pahit di mana pihak Rudy Dermawan Muliadi berhasil memenangkan 9 perkara secara beruntun, meski diduga kuat dibangun di atas bukti yang cacat. Kondisi ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap kredibilitas lembaga peradilan sebagai benteng keadilan terakhir.
Korban Kriminalisasi sebagai Saksi Hidup
Pelapor, yang juga Sekjen PERATIN dan Wakil Ketua Umum SPRI, menyampaikan pengalaman personalnya sebagai korban kriminalisasi berbasis rekayasa pada 2016. Ia dilaporkan oleh Sonny Franslay dengan melibatkan sejumlah saksi, termasuk Rudy Dermawan Muliadi.
“Proses hukum terhadap saya berlangsung sangat cepat dan tidak wajar. Namun, kebenaran terungkap di persidangan ketika seorang saksi, Henkyanto Tjokroadhiguno, mengaku di bawah sumpah bahwa ada dana yang disediakan untuk memenjarakan saya,” ungkap Soegiharto yang akrab disapa Hoky.
Ia akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Bantul, yang putusannya dikuatkan MA. Namun, ironisnya, laporan yang ia ajukan atas kejadian sama justru berjalan lambat bahkan dihentikan.
“Kontras ini adalah bukti empiris bagaimana uang dan kuasa dapat mendikte proses hukum. Ini ciri sistem yang sakit,” tegasnya.
Sembilan Putusan yang Dipertanyakan
Berdasarkan analisis mendalam, Hoky mengidentifikasi sembilan putusan yang diduga kuat dibangun di atas rekayasa, dengan pola yang sistematis:
-
Kontradiksi Dokumen Mutlak: Penggunaan dua versi susunan kepengurusan yang berbeda untuk klaim peristiwa hukum sama, keduanya disusun firma hukum yang sama.
-
Pengabaian Keterangan Saksi Kunci: Keterangan saksi Rudi Rusdiah yang membantah klaim penggugat diabaikan majelis hakim.
-
Dokumen Dasar yang Tidak Mendukung Klaim: Akta Notaris No. 55 yang dijadikan pilar gugatan ternyata tidak memuat perubahan pengurus, hanya perubahan Anggaran Dasar.
“Putusan pertama ini bagai bangunan di atas pasir. Fondasinya rapuh, buktinya palsu, dan kesaksian yang membantah diabaikan. Yang mengejutkan, putusan di tingkat banding, kasasi, bahkan PK justru mengukuhkan konstruksi hukum yang cacat ini,” papar Hoky.
Kesiapan Konfrontasi Langsung dan Permohonan Tindakan
Untuk menunjukkan keseriusan, Hoky menyatakan kesiapannya berhadapan langsung dengan majelis hakim yang memutus perkara pokok. “Saya siap dilakukan proses klarifikasi atau konfrontasi dengan para Majelis Hakim,” tegasnya.
Melalui surat resmi No. 111/DPP-APKOMINDO/XII/2025, ia memohon tindakan terkoordinasi:
- Kepada MA RI: Membentuk Tim Audit Khusus dan melakukan pengawasan terpadu terhadap proses banding perkara terkini.
- Kepada KY RI: Melakukan pengawasan khusus terhadap perilaku hakim yang terlibat.
- Kepada Bawas MA RI: Melakukan audit internal untuk mengungkap potensi maladministrasi.
Catatan Positif dan Harapan pada Peradilan Bersih
Di tengah keprihatinan, Hoky tetap menyampaikan kepercayaan pada institusi peradilan. Sebagai bukti, pihak yang diwakilinya justru telah memenangkan 12 kali di semua tingkatan peradilan dalam sengketa terkait APKOMINDO.
“Kami meminta perhatian serius dari pimpinan tertinggi peradilan. Tindakan tegas dan transparan penting tidak hanya untuk membela hak kami, tetapi lebih luas: demi menyelamatkan martabat peradilan Indonesia dan memulihkan kepercayaan masyarakat,” tutup Hoky.
(guntur trimulyo)













