Lumajang, doreng45.com — Dalam lanskap politik yang ideal, kekuasaan semestinya menjadi sarana untuk mengabdi kepada rakyat. Namun ketika kekuasaan dibungkus dengan dendam, politik kehilangan maknanya sebagai perjuangan nilai dan gagasan. Ia berubah menjadi arena balas dendam yang tak berujung—merusak lawan, membelah bangsa, dan menjerumuskan negara ke dalam pusaran konflik berkepanjangan.
Dendam politik bukan hanya mencederai individu, tetapi juga menggerogoti fondasi demokrasi, menciptakan instabilitas, serta menghancurkan kepercayaan publik terhadap negara dan pemimpinnya. Berikut sejumlah alasan mengapa dendam menjadi bahaya laten dalam dunia politik:
1. Menghambat Rekonsiliasi dan Persatuan
Politik yang dilandasi dendam memperpanjang permusuhan, menghalangi rekonsiliasi nasional, dan mengunci peluang untuk membangun persatuan pasca-konflik atau pemilu. Dalam konteks Indonesia pasca-Orde Baru, praktik saling membalas antar-elite politik berpotensi memicu stagnasi demokrasi.
Contoh: Ketika hukum dijadikan alat untuk menghukum lawan politik alih-alih menegakkan keadilan.
2. Menyuburkan Politik Balas Dendam (Retributif)
Dendam menjadikan kekuasaan sebagai alat balas dendam. Hukum, lembaga negara, hingga anggaran negara dapat dimanipulasi untuk melanggengkan kekuasaan dan menyingkirkan lawan.
Dampak: Korupsi kekuasaan, pelemahan lembaga demokrasi seperti KPK, Mahkamah Konstitusi, hingga kebebasan pers.
3. Memicu Polarisasi dan Perpecahan Sosial
Dendam politik tak hanya berkutat di level elite, tetapi juga menjalar ke akar rumput. Masyarakat menjadi terbelah dalam kubu pro dan kontra tanpa ruang dialog. Polarisasi ini memperbesar risiko konflik horizontal dan kekerasan sosial.
Contoh: Narasi kebencian dan hoaks di media sosial selama Pilpres memperparah segregasi masyarakat.
4. Menghalangi Kepemimpinan Visioner
Pemimpin yang didorong oleh dendam kehilangan kapasitas untuk berpikir jauh ke depan. Fokusnya hanya pada balas luka masa lalu, bukan pada pembangunan masa depan.
Akibatnya: Kebijakan menjadi reaktif, energi politik tersedot habis untuk konflik internal.
5. Menumbuhkan Budaya Politik Tidak Dewasa
Dendam melahirkan budaya politik kekanak-kanakan—enggan mengakui kekalahan, anti-kritik, dan selalu mencari celah menjatuhkan lawan. Ini bertentangan dengan semangat demokrasi yang sehat, yaitu kontestasi ide, bukan permusuhan pribadi.
6. Merusak Legitimasi Pemerintah
Ketika publik menilai bahwa pemerintah bertindak atas dasar dendam politik, bukan kepentingan rakyat, maka legitimasi moral dan politik akan runtuh. Dampaknya adalah ketidakpercayaan yang meluas terhadap negara dan seluruh institusinya.
7. Menghilangkan Ruang Politik Etis dan Spiritual
Dendam politik mengaburkan nilai-nilai spiritual seperti keadilan, pengampunan, dan kemanusiaan. Dalam ajaran agama, termasuk Islam, dendam adalah sikap tercela yang menutup pintu maaf dan solusi kolektif.
Penutup:
Dendam dalam politik adalah racun laten yang dapat menghancurkan peradaban bangsa. Ia menyuburkan konflik, memperdalam luka sosial, dan menghambat kemajuan demokrasi. Sudah saatnya aktor-aktor politik menanggalkan dendam dan menjadikan politik sebagai ruang etis untuk mengabdi, berdialog, dan membangun masa depan bersama.
Oleh: Dr. Abdul Wadud Nafis, Lc., MEI