Palangkaraya, doreng45.com – Proses pelaporan dugaan pencurian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit oleh PT. Anaking Energinca Lestari (AEL) kepada Polda Kalimantan Tengah menuai sorotan. Pelaporan tersebut dinilai cacat hukum dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) penyidikan di lingkungan kepolisian.
PT. AEL, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan beroperasi di wilayah Desa Lahei Mangkutup, mengklaim memiliki kontrak sewa lahan sejak 7 November 2024 dan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Surabaya tertanggal 30 Oktober 2024. Namun, ironisnya, akta pendirian perusahaan justru baru dibuat pada 16 Oktober 2024 melalui notaris di Kalimantan Tengah.
Meski statusnya hanya sebagai penyewa, PT. AEL disebut telah melakukan pemanenan TBS di lahan milik PT. Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) sejak Oktober 2024. Pelaporan pencurian TBS terhadap kegiatan tersebut dilakukan oleh dua karyawan PT. AEL, yaitu Lisa dan Sigit Budi Pramono, yang bertugas sebagai petugas keamanan (security), dan bukan pemilik lahan.
Pihak pelapor, yang bukan pemilik lahan, dinilai tidak memiliki legal standing yang sah untuk mengadukan dugaan pencurian. Di sisi lain, pihak terlapor disebut mengantongi surat pernyataan resmi dari Direktur Utama PT. SMJL yang memberikan izin pemanenan dalam rangka pelunasan utang perusahaan, lengkap dengan dokumen pendukung seperti kontrak kerja dan surat pernyataan.
Yang menjadi kejanggalan, pihak Polda Kalimantan Tengah tetap menerima laporan tersebut tanpa memverifikasi status hukum pelapor. Akibat dari pelaporan ini, enam unit dump truck bermuatan sawit milik pihak terlapor disita dan hingga kini masih berada di Mapolda Kalimantan Tengah, tanpa adanya penetapan pelaku pencurian secara jelas.
Seharusnya, sesuai aturan yang berlaku, laporan semacam itu tidak dapat diterima jika dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki hak atas objek yang disengketakan. Penanganan laporan ini dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan hukum yang berlaku, antara lain:
-
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
-
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
-
Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri
-
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Administrasi Penyidikan, SKep/1205/IX/2000, tertanggal 11 September 2000
Pakar hukum menilai bahwa laporan ini seharusnya ditolak sejak awal, mengingat pelapor tidak memenuhi syarat formal dan materiil sebagai pihak yang dirugikan secara hukum. Penanganan perkara semacam ini memerlukan ketelitian agar tidak menimbulkan preseden buruk dalam penegakan hukum dan perlindungan hak atas tanah serta hasil kebun. (Tim)